A. Pengertian
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat
(1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang
berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan, yang diperbaharui dengan Permenkes Nomor
269/MenKes/Per/III/2008, tentang Rekam Medis menyatakan rekam Medis adalah
berkas berisi catatan dan dokumen tentang pasien yang berisi identitas,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan medis lain pada sarana pelayanan kesehatan
untuk rawat jalan, rawat inap baik dikelola pemerintah maupun swasta.
Kedua pengertian rekam medis
diatas menunjukkan perbedaan yaitu Permenkes hanya menekankan pada sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan dalam UU Praktik Kedokteran tidak. Ini
menunjukan pengaturan rekam medis pada UU Praktik Kedokteran lebih luas,
berlaku baik untuk sarana kesehatan maupun di luar sarana kesehatan.
Sedangkan menurut Huffman EK,
1992 rekam medis adalah rekaman atau catatan mengenai siapa, apa, mengapa,
bilamana pelayanan yang diberikan kepada pasien selama masa perawatan yang memuat
pengetahuan mengenai pasien dan pelayanan yang diperolehnya serta memuat
informasi yang cukup untuk menemukenali (mengidentifikasi) pasien, membenarkan
diagnosis dan pengobatan serta merekam hasilnya.
B.
Kegunaan
Rekam Medis
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa
aspek, antara lain, (Dirjen Yankes 1993: 10):
1.
Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi,
karena Isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung jawab
sebagai tenaga medis dan para medis dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
2.
Aspek Medis
Sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau
perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
3.
Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum,
karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha untuk menegakkan hukum serta penyediaan bahan
bukti untuk menegakkan keadilan.
4.
Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena
isinya mengandung data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek
keuangan.
5.
Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian,
karena isinya menyangkut data / informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kesehatan.
6.
Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan,
karena isinya menyangkut data / informasi tentang perkembangan kronologis dan
kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien. Informasi tersebut dapat
dipergunakan sebagai bahan atau referensi pengajaran dibidang profesi si
pemakai.
7.
Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi,
karena isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai
sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Dengan melihat beberapa aspek tersebut diatas, rekam
medis mempunyai kegunaan yang sangat luas, karena tidak hanya menyangkut antara
pasien dengan (Dirjen Yankes, 1993: 12) :
a) Sebagai alat
komunikasi antara dokter dengan tenaga ahli lainnya yang ikut ambil bagian
didalam memberikan pelayanan, pengobatan, perawatan kepada pasien.
b) Sebagai dasar untuk
merencanakan pengobatan / perawatan yang harus diberikan kepada seorang pasien.
c) Sebagai bukti
tertulis atas segala tindakan pelayanan, perkembangan penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung / dirawat di rumah sakit.
d) Sebagai bahan yang
berguna untuk analisa, penelitian dan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien.
e) Melindungi
kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun Dokter dan tenaga kesehatan
dan lainnya.
f) Menyediakan data-data
khusus yang sangat berguna untuk keperluan penelitian dan pendidikan.
g) Sebagai dasar
ingatan penghitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien.
h) Menjadi sumber
ingatan yang harus didokumentasikan
C.
Kelengkapan
Rekam Medis Rumah Sakit
Menurut PERMENKES No: 269/MENKES/PER/III/2008
data-data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk pasien
yang diperiksa di unit rawat jalan dan rawat inap dan gawat darurat. Setiap
pelayanan baik di rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat dapat membuat rekam
medis dengan data-data sebagai berikut:
1. Pasien
Rawat Jalan
Data pasien rawat jalan yang dimasukkan dalam
medical record sekurang-kurangnya antara lain:
a) Identitas
Pasien
b) Tanggal
dan waktu.
c) Anamnesis
(sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit).
d) Hasil
Pemeriksaan fisik dan penunjang medis.
e) Diagnosis
f) Rencana
penatalaksanaan
g) Pengobatan
dan atau tindakan
h) Pelayanan
lain yang telah diberikan kepada pasien.
i)
Untuk kasus gigi dan dilengkapi dengan
odontogram klinik dan
j)
Persetujuan tindakan bila perlu.
2. Pasien
Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan dalam
medical record sekurang-kurangnya antara lain:
a) Identitas
Pasien
b) Tanggal
dan waktu.
c) Anamnesis
(sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
d) Hasil
Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
e) Diagnosis
f) Rencana
penatalaksanaan
g) Pengobatan
dan atau tindakan
h) Persetujuan
tindakan bila perlu
i)
Catatan obsservasi klinis dan hasil
pengobatan
j)
Ringkasan pulang (discharge summary)
k) Nama
dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tertentu yang
memberikan pelayanan ksehatan.
l)
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh
tenaga kesehatan tertentu.
m) Untuk
kasus gigi dan dilengkapi dengan odontogram klinik
3. Ruang
Gawat Darurat
Data
pasien rawat inap yang harus dimasukkan dalam medical record sekurang-kurangnya
antara lain:
a) Identitas
Pasien
b) Kondisi
saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
c) Identitas
pengantar pasien
d) Tanggal
dan waktu.
e) Hasil
Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit.
f) Hasil
Pemeriksaan Fisik dan penunjang medis.
g) Diagnosis
h) Pengobatan
dan/atau tindakan
i)
Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan
pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak lanjut.
j)
Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi
atau tenaga kesehatan tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan.
k) Sarana
transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan
kesehatan lain dan
l)
Pelayanan lain yang telah diberikan oleh
tenaga kesehatan tertentu.
4. Contoh
Data-data Identitas Pasien antara lain:
a) Nama
:
b) Jenis
Kelamin :
c) Tempat
Tanggal lahir :
d) Umur
:
e) Alamat
:
f) Pekerjaan
:
g) Pendidikan
:
h) Golongan
Darah :
i)
Status pernikahan :
j)
Nama orang tua :
k) Pekerjaan
Orang tua :
l)
Nama suami/istri :
D.
Informed
Consent
Informed Consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk
terjemahan dari persetujuan tindakan medik. Informed Consentterdiri
dari dua kata yaitu Informed dan. Informed diartikan
telah di beritahukan, telah disampaikan atau telah di informasikan danConsent yang
berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang untuk berbuat sesuatu. Dengan
demikian pengertian bebas dariinformed Consent adalah persetujuan
yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu setelah
mendapatkan penjelasan atau informasi.
Pengertian Informed
Consent oleh Komalawati ( 1989 :86) disebutkan sebagai berikut :“Yang
dimaksud dengan informed Consent adalah suatu kesepakatan/ persetujuan
pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya,
setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang
dapat dilakukanuntuk menolong dirinya, disertai informasi mengenai segala
resiko yang mungkin terjadi.”
E.
Fungsi
Informed Consent
Dilihat dari fungsinya, informed consent memiliki
fungsi ganda, yaitu fungsi bagi pasien dan fungsi bagi dokter. Dari sisi
pasien, informed consent berfungsi untuk :
1.
Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan
secara bebas pilihannya berdasarkan pemahaman yang memadai
2.
Proteksi dari pasien dan subyek
3.
Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan
4.
Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk
mengadakan introspeksi diri sendiri (self-Secrunity)
5.
Promosi dari keputusan-keputusan yang rasional
6.
Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip
otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan pengawasan penyelidikan
biomedik). Guwandi (I), 208 Tanya Jawab Persetujuan Tindakan Medik
(Informed Consent). (Jakarta : FKUI, 1994), hal.2
“Sedangkan
bagi pihak dokter, informed consent
berfungsi untuk membatasi otoritas dokter
terhadap pasiennya.”Ibid , hal 3.
Sehingga
dokter dalam melakukan tindakan medis lebih berhati-hati, dengan
kata lain mengadakan tindakan medis atas persetujuan dari pasien.
“Adapun
tujuan dari Informed consent menurut jenis tindakan dibagi atas tiga yaitu
bertujuan untuk penelitian, mencari diagnosis dan untuk terapi.” Ratna
Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, (Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirodihardjo, 2001), hal.45
F.
Petugas
Pemberi Informasi kepada Pasien
Menurut PERMENKES
NO. 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, sebelum dilakukan suatu tindakan kedokteran,
dokter wajib memberikan informasi langsung
kepada pasien/keluarga terdekatnya baik diminta maupun tidak diminta.
Dilihat dari isi Permenkes tersebut, harus difahami
sungguh-sungguh, bahwa :
1. Tanggung jawab
memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang akan melakukan tindakan
medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah kesehatan
pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis tersebut, dan tahu
jawabannya apabila pasien bertanya.
2. Tanggung jawab
tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain, perawat, atau bidan,
hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang
diberi delegasi, maka tanggung jawabnya tetap pada dokter yang memberikan
delegasi.
Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya
mendelegasikan jika sangat terpaksa. Dan itupun hanya kepada tenaga kesehatan
yang tahu betul tentang problem kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan
jawaban yang tepat apabila ada pertanyaan dari pasien.
Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan
informasi ini merupakan tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan. (non-delegable-duty)
G.
Pasien
yang berhak dan tidak berhak mendapat informasi
Tidak semua pasien boleh memberikan
pernyataan, baik setuju maupun tidak setuju. Syarat seorang pasien yang boleh
memberikan pernyatan, yaitu :
1. Pasien tersebut sudah dewasa.
Masih terdapat perbedaan pendapat pakar
tentang batas usia dewasa, namun secara umum bisa digunakan batas 21 tahun.
Pasien yang masih dibawah batas umur ini tapi sudah menikah termasuk kriteria
pasien sudah dewasa.
2.
Pasien dalam keadaan sadar
Hal ini mengandung pengertian bahwa pasien
tidak sedang pingsan, koma, atau terganggu kesadarannya karena pengaruh obat,
tekanan kejiwaan, atau hal lain. Berarti, pasien harus bisa diajak
berkomunikasi secara wajar dan lancar.
3.
Pasien dalam keadaan sehat
akal.
Jadi yang paling berhak untuk menentukan dan
memberikan pernyataan persetujuan terhadap rencana tindakan medis adalah pasien
itu sendiri, apabila dia memenuhi 3 kriteria diatas, bukan orang tuanya,
anaknya, suami/istrinya, atau orang lainnya. Namun apabila pasien tersebut
tidak memenuhi 3 kriteria tersebut diatas maka dia tidak berhak untuk
menentukan dan menyatakan persetujuannya terhadap rencana tindakan medis yang
akan dilakukan kepada dirinya. Dalam hal seperti ini, maka hak pasien akan
diwakili oleh wali keluarga atau wali hukumnya. Misalnya pasien masih
anak-anak, maka yang berhak memberikan persetujuan adalah orang tuanya, atau
paman/bibinya, atau urutan wali lainnya yang sah. Bila pasien sudah menikah,
tapi dalam keadaan tidak sadar atau kehilangan akal sehat, maka suami/istrinya
merupakan yang paling berhak untuk menyatakan persetujuan bila memang dia
setuju.
4. Hak suami/istri pasien
Untuk beberapa jenis tindakan medis yang
berkaitan dengan kehidupan berpasangan sebagai suami-istri, maka pernyataan
persetujuan terhadap rencana tindakan medisnya harus melibatkan persetujuan
suami/istri pasien tersebut apabila suami/istrinya ada atau bisa dihubungi
untuk keperluan ini. Dalam hal ini, tentu saja suami/istrinya tersebut harus
juga memenuhi kriteria “dalam keadaan sadar dan sehat akal”.
Beberapa jenis tindakan medis tersebut
misalnya tindakan terhadap organ reproduksi, KB, dan tindakan medis yang bisa
berpengaruh terhadap kemampuan seksual atau reproduksi dari pasien tersebut.
5. Dalam keadaan gawat darurat
Proses pemberian informasi dan permintaan
persetujuan rencana tindakan medis ini bisa saja tidak dilaksanakan oleh dokter
apabila situasi pasien tersebut dalam kondisi gawat darurat. Dalam kondisi ini,
dokter akan mendahulukan tindakan untuk penyelamatan nyawa pasien. Prosedur
penyelamatan nyawa ini tetap harus dilakukan sesuai dengan standar pelayanan /
prosedur medis yang berlaku disertai profesionalisme yang dijunjung tinggi.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Setelah masa kritis terlewati dan pasien sudah bisa berkomunikasi, maka pasien berhak untuk mendapat informasi lengkap tentang tindakan medis yang sudah dialaminya tersebut.
Hak untuk memberikan informed consent adalah
sebagai berikut :
1. Untuk pasien dewasa
dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan.
2. Untuk pasien
anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
3. Untuk pasien tidak sehat
akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali, atau kuratornya.
4. Untuk pasien yang
sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis
tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang mempunyai
pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga terhadap pasangannya sebagai
satu kesatuan yang utuh, dan akibatnyairreversible, Sebagai contoh
adalah operasi tubectomi atauvasectomi, dalam hal
operasi tersebut, maka bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan
mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu pasangan.
Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan yang sifatnya terapetik karena
penyakit pasien. Sebagai contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker
rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya untuk memberikan informed
consent.
H.
Informasi
yang wajib disampaikan kepada pasien
Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
1. Diagnosis dan tata
cara tindakan medis/kedokteran tersebut
2. Tujuan tindakan
medis/kedokteran yang akan dilakukan
3. Alternatif tindakan
lain, dan risikonya
4. Risiko dan komplikasi
yang mungkin terjadi, dan
5. Prognosis terhadap
tindakan yang akan dilakukan
6. Perkiraan biaya
I.
Kelengkapan
Informed Consent
a) Nama
penanggung jawab
b) Usia
penanggung jawab
c) Alamat
penanggung jawab
d) Nama
pasien
e) Usia
pasien
f) Alamat
pasien
g) Isi
tindakan medis
h) Isi
persetujuan/ penolakan
i)
Tempat, tanggal dan jam dibuat pernyataan
j)
Tanda tangan dokter dan pembuat pernyataan
J.
Bentuk
Informed Consent
Ada dua bentuk Informed consent yaitu:
a) Dengan
pernyataan (expression), dapat secara lisan (oral) dan secara tertulis
(written); dianggap diberikan, tersirat (implied) yaitu dalam keadaan biasa
atau normal dan dalam keadaan gawat darurat.
b) Expressed
consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang
akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa.
Sebaiknya pasien diberikan pengertian terlebih dahulu tindakan apa yang akan
dilakukan. Misalnya, pemeriksaan dalam lewat anus atau dubur atau pemeriksaan
dalam vagina, dan lain-lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan
umum. Di sini belum diperlukan pernyataan tertulis, cukup dengan persetujuan
secara lisan saja. Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung resiko
tinggi seperti tindakan pembedahan atau prosedur pemeriksaan dan pengobatan
invasif, harus dilakukan secara tertulis.
c) Implied
consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa
pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap pasien
pada waktu dokter melakukan tindakan, misalnya pengambilan darah untuk
pemeriksaan laboratorium, pemberian suntikan pada pasien, penjahitan luka dan
sebagainya. Implied consent berlaku pada tindakan yang biasa dilakukan atau
sudah diketahui umum. Pendapat Mertokusumo, menyebutkan bahwa informed consent
dari pasien dapat dilakukan dengan cara antara lain:
·
dengan bahasa yang sempurna dan tertulis;
·
dengan bahasa sempurna secara lisan;
·
dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat
diterima oleh pihak lawan
·
dengan bahasa isyarat asal dapat diterima
oleh pihak lawan
·
dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami
atau diterima oleh pihak lawan.
K.
Syarat
sahnya Informed Consent dan Pembatalan
Syarat sahnya informed consent :
·
Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
·
Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
·
Conscious ( dengan kesadaran )
·
Naturally ( sesuai kewajaran )
·
Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas
dari tiga F, yaitu force (paksaan), fear (
rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya
sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang
dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang
menyatakan bahwa ....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi
sesuatu yang merugikannya”.
Pembatalan informed consent :
·
Informed consent dapat dibatalkan :
·
Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut
belum dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan.
·
Dalam hal informed consent diberikan
oleh wali atau keluarga terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah
oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya
yang mempunyai kedudukan hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
·
Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien
lebih berhak dari pada anak atau orang tuanya.
L.
Daftar Pusktaka
1.
Manual rekam medis/ penyusun, Sjamsuhidajat ...(et
al.). ; penyunting Abidinsyah Siregar, Dad Murniah. –- Jakarta : Konsil
Kedokteran Indonesia, 2006.
2.
Gondodiputro , Sharon. 2007. Rekam Medis Dan sistem
informasi kesehatan. Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran Bandung.
3.
Guwandi J,( 1996). Dokter, Pasien, dan Hukum, 1akarta
: Balai Penerbit FKUI.
4.
Hanafiah J; Amir A, ( 2007 ). Etika Kedokteran dan
Hukum Kesehatan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
5.
Helm A, ( 2003 ). Malpraktik Keperawatan, Menghindari
masalah hukum, jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
6.
Sofwan Dahlan ( 2000). Hukum Kesehatan, Rambu-rambu
bagi profesi dokter, Semarang : Badan Penerbit Universits Diponegoro.
7.
http://ranocenter.blogspot.co.id/2007/01/informed-consent.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar